Fiksi
Fiksi adalah sebuah Prosa
naratif yang bersifat imajiner, meskipun imajiner sebuah karya fiksi
tetaplah masuk akal dan mengandung kebenaran yang dapat mendramatisasikan
hubungan-hubungan antar manusia.[1]
Kebenaran dalam sebuah dunia fiksi adalah keyakinan yang
sesuai dengan pandangan pengarang terhadap masalah hidup dan kehidupan.
Kebenaran dalam karya fiksi tidak harus sejalan dengan
kebenaran yang berlaku di dunia nyata, misalnya kebenaran dari segi hukum,
moral, agama, logika, dan sebagainya.[1] Sesuatu yang tidak mungkin
terjadi bahkan dapat terjadi di dunia nyata dan benar di dunia fiksi.[1] Misalnya seorang perempuan yang
membunuh seorang laki-laki yang memperkosanya tetapi ia dinyatakan bebas dan
tidak bersalah atas kasus menghilangkannya nyawa seseorang-menurut hukum dunia
nyata ia harus tetap di hukum.[1] Sebuah karya sastra haruslah
memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik.[1]
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur
yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan
karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan
dijumpai jika membaca sebuah karya sastra.[1] Unsur ekstrinsik ialah
unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri, tetapi mempengaruhi
bangunan atau sistem organisme karya sastra.[1]
Jenis
karya fiksi
Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa
yang yang tertulis dan naratif . Umumnya
sebuah novel bercerita tentang tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam
kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut.[2] Kata novel berasal dari bahasa
Italia, novella yang berarti “sebuah kisah, sepotong berita” dan novel
memiliki cerita yang lebih kompleks dari cerpen.[1]
- Ciri-ciri Novel :
Ciri sebuah novel adalah tidak dibaca sekali duduk, plot
diarahkan pada insiden atau peristiwa jamak,watak tokoh dikembangkan secara
penuh, dimensi ruang dan waktu yang lebih meluas, cerita lebih luas dan
mencapai keutuhan secara inklusi.[3]
Cerpen
Cerpen adalah suatu bentuk prosa
naratif fiktf yang cenderung padat dan langsung pada tujuannya.
Cerpen sangatlah mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema
bahasa, dan insight secara luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih
panjang.[2]
- Ciri-ciri Cerpen :
Ciri sebuah cerpen dapat dibaca sekali duduk, Plot diarahkan
hanya pada sebuah insiden atau peristiwa tunggal, watak tokoh tidak
dikembangkan secara penuh apabila tokoh itu baik maka hanya kebaikan saja yang
diceritakan sedangkan sifat lainya tidak, dimensi ruang dan waktu
terbatas,cerita lebih padat,memusat, dan mendalam, mencapai keutuhan secara
eksklusi (terpisah atau khusus).[3]
Genre
Fiksi
Meskipun sebuah karya tergolong imajiner tetapi ia memiliki golongan yang disebut
Fiksi Non Fiksi (Nonfiction Fiction) Sebuah bentuk karya fiksi yang
dasar ceritanya merupakan sebuah fakta.[1]
Yang termaksud kedalam Fksi Non fiksi adalah :
- Historical fiction, adalah fiksi yang dasar penulisannya merupakan sejarah. Novel ini terikat oleh fakta-fakta sejarah, tetapi fiksi ini memberikan ruang gerak untuk fiksionalitas, misalnya dengan memberitakan pikiran dan peraaan tokoh lewat percakapan. Sebagai contoh karya fiksi adalah Bendera Hitam dari kurasan dan Tentara Islam di Tanah Galia karya Darji Zaidan.[1]
- Science fiction, adalah fiksi yang dasar penulisannya fakta ilmu pengetahuan.[1] Sebagai contoh novel ini adalah 1984, karya George Orwell. [1]
- Biographical fiction, adalah fiksi yang dasar penuliannya fiksi biografis. Karya biografis juga memberikan ruang bagi fiksionalitas, misalnya yang berupa sikap yang diberikan oleh penulis, di samping juga munculnya bentuk-bentuk dialog.[1] Sebagai contoh karya biografis adalah Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams dan Kuantar Kau ke Gerbang dan Tahta untuk Rakyat.[1]
Sejarah
Perkembangan Karya Fiksi di Indonesia
Pertama kali sebuah karya fiksi yang masuk ke Indonesia merupakan karya novel
terjemahan,masa ini dinamakan Sastra
Melayu Lama sekitar tahun 1870-an.[2] Pada tahun 1920 terbitlah karya sastra berupa prosa
seperti novel, cerpen, drama
dan lain sebagainya.[2] Angkatan ini dikenal dengan Angkatan
Balai Pustaka, karya karya novelis Indonesia yang terkenal pada masa
ini adalah Siti Nurbaya, Salah
Asuhan, dan Si Cebol Merindukan Bulan.[2]
Pada masa berikutnya muncullah angkatan Pujangga
Baru sebagai reaksi keras atas banyak sensor oleh Penerbit Balai
Pustaka.[2] Karya-karya yang terkenal pada
masa ini adalah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Belenggu
dan Di bawah Lindungan Ka'bah.[2] Lalu muncullah Angkatan
'45, angkatan ini lebih realistik dibanding angkatan sebelumnya.
Sastrawan yang terkenal pada masa ini adalah : Chairil
Anwar, Idrus, dan Trisno
Sumardjo.[2] Angkatan berikutnya adalah Angkatan
1950-1960.[2] Ciri karya sastra dari angkatan
ini di dominasi oleh Cerpen dan Puisi.[2]Pada angkatan ini muncul gerakan
komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang
berkonsep sastra realisme-sosialis.[2] Karya yang terkenal pada masa ini
adalah Mochtar Loebis, Ramadhan
K.H, dan W.S. Rendra.[2]
Dan berikutnya datanglah Angkatan
1966-1970 yang karya sastranya menganut aliran surealis,arketipe dan absurd.[2] Sastrawan terkenal pada masa ini
adalah : Taufik Ismail, Umar
Kayam, dan Titis Basino. Kemudian pada dekade
berikutnya karya sastra lebih di dominasi oleh roman,
angkatan ini dinamakan angkatan 1980-1990.[2] Sastrawan terkenal pada zaman ini adalah Nh.
Dini dan Pipiet Senja.[2] dan berikutnya adalah Angkatan
Reformasi. Pada masa ini banyaknya karya sastra berupa Novel,
Cerpen, dan Puisi
yang bertemakan sosial dan politik.[2] Dan terakhir adalah Angkatan
2000-an. Novelis terkenal pada masa ini adalah Andrea
Hirata[2]
Unsur
Intrinsik
Tema
Tema adalah gagasan dasar umum yang
menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur sematis dan yang menyangkut
persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.[2] Tema sebuah karya sastra selalu
berkaitan dengan makna kehidupan.[2] Dalam karyanya itulah pengarang
menawarkan makna tertentu kehidupan, mengajak pembaca untuk melihat, merasakan,
dan menghayati makna kehidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan itu
sebagaiman ia memandangnya.[2] Tema dibagi menjadi dua macam
yakni :Tema mayor dan Tema Minor
Tema Mayor adalah makna pokok
cerita yang menjadi dasar umum karya itu.[4] Sedangkan Tema Minor
adalah tema yang tidak menonjol dan hanya berupa tema tambahan semata.[4]
Tingkatan tema
- Tema tingkat fisik, manusia sebagai molekul.[4] Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan.[4] Contoh karya fiksi : Around the World in Eighty Days.[2]
- Tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasma.[4] Tema karya sastra ini lebih banyak menyankut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas.[4] Contoh karya fiksi: Jalan Tak Ada Ujung.[2]
- Tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial.[4] Kehidupan bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik, dan lain-lain yang menjadi objek pencarian tema.[4] Contoh karya fiksi : Para Priyayi.[2]
- Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu.[4] Di samping sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus juga sebagai makhluk individu yang senantiasa “menurut” pengakuan atas hak individualitasnya.[4] Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu, manusia pun mempunyai banyak permasalahan dan konflik.[4] Contoh karya fiksi : Jalan Tak Ada Ujung.[2]
- Tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan atau mencapainya.[4] Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta.[4] Contoh karya fiksi : Robohnya Surau Kami.[2]
Tokoh dan Penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. [5] Karya sastra dari segi peranan
atau tingkat pentingnya dibagi menjadi dua, yakni tokoh utama dan tokoh
tambahan.[5]
Tokoh utama ialah tokoh yang
sangat penting.[5] dalam pengambil peranan dalam
karya sastra.[5] Sedangkan, tokoh tambahan
ialah tokoh yang tidak selalu diceritakan dan terkadang juga tidak terlalu
penting , namun beberapanya ada yang memiliki hubungan dengan tokoh utama.[5]
Berdasarkan perwatakan tokoh cerita dibagi menjadi dua,
yakni Tokoh datar dan Tokoh bulat.[5]
Tokoh datar ialah tokoh yang
hanya menunjukkan satu segi, misalnya baik saja atau buruk saja.[5] Jadi, seorang tokoh yang jahat
akan dari awal cerita akan menjadi jahat sampai akhir cerita.[5] Tokoh bulat adalah tokoh
yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemagannya. Jadi,
ada perkembangan yang menjadi pada tokoh ini.[5]
Di lihat dari fungsi penampilan tokoh tokoh ada tokoh
protagonis dan tokoh antagonis.[5]
Protagonis ialah tokoh yang
disukai pembaca atau penikmat sastra Karen sifat-sifatnya.[5] Antagonis ialah tokoh yang
tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.[5]
Penokohan ialah teknik atau
cara-cara menampilkan tokoh.[5] Ada beberapa cara menampilkan
tokoh, seperti cara analitik (menampilkan tokoh secara langsung melalui uraian
pengarang.[5] Jadi pengarang meguraikan
ciri-ciri tokoh secara langsung) Dan cara yang kedua adalah cara dramatik
(menampilkan ciri tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan,
perbuatan, dan komentar atau penilaian tokoh dalam sebuah cerita.[5]
Plot
Plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain.[6] Sebuah karya fiksi, harus lah
memiliki sebuah sifat Plot yang misterius atau suspense, yang menampilkan
kejadian-kejadian yang mengandung konflik yang mampu menarik atau bahkan
mencekam pembaca sehingga mendorong pembaca untuk menyelesaikan sebuah novel
yang sedang dibacanya.[6]
Sebuah Plot harus memiliki :
- Peristiwa
Peristiwa dapat diartikan
sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain. [7] Peristiwa sendiri dbedakan
menjadi tiga jenis :
- Peristiwa Fungsional, adalah peristiwa-peristiwa yang menentukan dan atau mempengaruhi perkembangan plot.[7]
- Peristiwa Kaitan, adalah peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengaikatkan peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan penyajian cerita.[7]
- Peristiwa Acuan, adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh dan atau berhubungan dengan perkembangan plot, melainkan mengacu pada unsur-unsur lain, misalnya berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana yang melingkupi batin seorang tokoh.[7]
- Konflik
Konflik adalah kejadian yang tergolong penting
, merupakan sebuah unsur yang sangat diperlukan dalam pengembangkan plot.[7] Dan konflik dapat terjadi di
antara:
- orang dengan orang lain.[7] Contohnya perkelahian, perbedaan pendapat, persaingan, dll.[7]
- orang dengan lingkungan.[7] Dapat berupa manusia berhadapan dengan kekuatan alam, seperti gunung meletus,gempa bumi, badai, banjir, dll.[7] Dapat juga antara manusia dengan masyakat di sekitarnya, atau bahkan dengan takdirnya.[7]
- Orang dengan dirinya sendiri.[7]
- Dapat berupa konflik batin, pergulatan dalam diri seseorang, bisa secara fisik, mental, emosi, ataupun moral.[7] Misalnya, ketika seseorang dihadapkan pada dua pilihan atau ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu karena kondisinya.[7]
- Klimaks
Klimaks adalah saat sebuah konflik telah
mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan saat itu merupakan sebuah yang tidak
dapat dihindari.[6]
Kaidah Plot
- Plausibilitas, menyarankan kepada hal-hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita kepada pembaca atau harus adanya kausalitas yang benar.[8] Ciri- ciri : tokoh-tokoh dan dunianya dapat diimajinasikan,jika memilki kebenaran maka kebenaran hanya untuk dirinya sendiri, adanya deus ex machine,yakni penggunaan cara-cara yang tampak dipaksakan sehingga kurang masuk akal.[8]
- Suspense, menyaran pada adanya perasaan semacam kurang pasti terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati oleh pembaca.[8] Sehingga, mendorong, menggelitik, dan memotivasi pembaca utuk setia mengikuti cerita hingga akhir.[8]
- Surprise,adalah kejutan, sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang atau bahkan bertentangan dengan nilai nilai yang ada dengan harapan pembaca memperlambat atau mempercepat klimaks.[8]
- Kesatupaduan, seluruh aspek cerita berhubungan membentuk satu kesatuan yang utuh dan padu, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan, yang mengandung konflik.[8]
Latar
Latar adalah landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan.[9]
Unsur-unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga yakni :
Latar Tempat, Latar Waktu, dan Latar Sosial.[7]
- Latar Tempat adalah latar yang mengacu pada tempat atau lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi.[7] Misalnya perkotaan, pedesaan, di desa, di kota, di penjara, di rumah, dan sebagainya.[7]
- Latar Waktu adalah latar yang mengacu pada waktu kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi.[7] Dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, peristiwa sejarah, bahkan zaman tertentu yang melatar belakanginya.[7]
- Latar Sosial adalah latar yang mengacu pada kondisi sosial masyarakat yang diceritakan dalam karya fiksi.[7] Seperti latar sosial bawah/rendah, latar sosial menengah, latar sosial tinggi, dan sebagainya.[7]
Fungsi Latar
- Latar sebagai Metafora
Penggunaan istilah metafora menyaran pada suatu perbandingan
yang mungkin berupa sifat keadaan, suasana ataupun sesuatu yang lain.[10] Secara prinsip, metafora merupakan cara memandang sesuatu
yang lain.[10] Fungsi pertama Metafora adalah menyampaikan pengertian,
dan pemahaman.[10] Metafora berkaitan erat dengan pengalaman
hidup manusia baik bersifat fisik maupun budaya, dan tentu saja antara budaya
bangsa yang satu dengan yang lai pastilah bereda, sehingga bentuk
pengungkapannya akan berbeda meskipun memiliki pengertian yang sama.[10]
- Latar sebagai Atmosfer
Atmosfer dalam cerita
merupakan sebuah udara yang dihirup oleh pembaca ketika memasuki dunia rekaan
atau dunia fiksi. Ia merupakan sebuah deskripsi tentang kondisi dan suasana
yang dapat ditanggkap dan diimajinasikan oleh pembaca.[11] Atmosfer itu sendiri dapat ditimbulkan
dengan pendeskripsian secar detil, irama tindakan, tingkat kejelasan dan pengungkapan
berbagai peristiwa, kualitas dialog, dan bahasa yang digunakan.[11] Misalnya, deskripsi latar yang
berupa jalan beraspal yang licin, sibuk, penuh kendaraan ke sana ke mari, suara
bising mesin dan klakson, ditambah pengapnya udara bau bensin, adalah
mencerminkan suasana kehidupan perkotaan.[1]
- Latar sebagai Pengedepanan
Pengedepanan elemen latar dalam fiksi dapat berupa
penonjolan waktu dan dapat pula berupa penonjolan tempat saja.[11] Dalam banyak fiksi, waktu
terjadinya peristiwa atau action tertentu adalah sangat penting, misalnya desa geger
tahun Oktober 1965.[11] Karya-karya fiksi yang
mengedepankan latar ruang atau tempat biasanya diklasifikasikan sebagai
contoh-contoh fiksi yang mengangkat warna lokal atau regionalisme.[11] Pengarang-pengarang yang berasal
dari etnik tertentu sering berupaya mengamati dan menampilkan sejumlah efek
sebuah latar tempat (geografis) tertentu yang sangat bermakna, baik latar yang
bersifat fisik netral maupun yang spiritual terhadap tokoh.[11]
Sudut Pandang
Sudut Pandang merupakan cara dan
atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan
tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam
sebuah karya fiksi kepada pembaca.[9]
Sudut Pandang dibedakan menjadi dua jenis, yakni :
- Sudut pandang orang pertama
Sebuah cerita disampaikan oleh seorang tokoh dalam cerita
maka cerita disampaikan oleh aku/saya.[7]
- jika si tokoh tersebut adalah tokoh utama, maka sudut pandangnya adalah orang pertama protagonis.[7]
- jika si tokoh tersebut adalah bukan tokoh utama, maka sudut pandangnya adalah orang pertama pengamat (observer).[7]
- Sudut pandang orang ketiga
Cerita disampaikan bukan oleh tokoh yang ada dalam cerita,
tetapi oleh penulis yang berada di luar cerita. Tokoh cerita disebut sebagai
dia/ia.[7]
- jika narator cerita menyampaikan pemikiran tokoh, maka sudut pandang cerita adalah third person omniscient/all knowing narrator (orang ketiga yang tahu segalanya).[7]
- jika narator hanya menceritakan/memberikan informasi sebatas yang bisa dilihat atau didengar (tidak mengungkapkan pemikiran), maka sudut pandang cerita adalah third person dramatic narrator.[7]
Amanat
Amanat atau moral ialah pemecahan yang
diberikan pengarang terhadap persoalan di dalam sebuah karya sastra.[2] Amanat dibedakan menjadi makna
niatan dan makna muatan.[2] Makna niatan ialah makna
yang diniatkan oleh pengarang bagi karya yang ditulisnya.[2] Makna muatan ialah makna
yang termuat dalam karya sastra tsb.[2]
- Bentuk penyampaian moral
Langsung, yakni seorang pengarang menyampaikan
pesan moral secara eksplisit dan seorang pembaca dapat dengan mudah memahami
apa yang dimaksudkan pengarang.[1] Tetapi, hal ini hanyalah berlaku
bagi pembaca pasif bukan pembaca aktif/kritis.[1] Karena seorang pembaca yang
aktif/kritis mungkin akan menolak sebuah pesan moral yang dianggap benar oleh
pengarang.[1]
Tidak Langsung, seorang pengarang
akan menyampaikan pesan mora secara inplisit, terpadu secara keherensif dengan
unsur-unsur cerita yang lain maka adanya kemungkinan perbedaan penafsiran antar
pembaca sangatlah mungkin.[1] Tetapi karya yang seperti inilah
yang menyebabkan karya sastra tidak dianggap ketinggalan, melewati batas waktu,
dan kebangsaan.[1] Contoh : Hamlet.[1]
Unsur
Ekstrinsik
Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi
selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah
faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan pembaca
sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur
ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu
sendiri, tetapi mempengaruhi bangunan atau system organisme karya sastra.[1] Unsur-unsur yang dimaksud antara
lain adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap,
keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang
ditulisnya, unsur berikutnya adalah psikologi, baik yang berupa psikologi
pengarang seperti ekonomi,politik, dan social juga akan mempengaruhi karya
sastra.[1] Pandangan hidup suatu bangsa,
berbagai karya seni yang lain, dan sebagainya.[1]
****
Non-fiksi
Non-fiksi adalah klasifikasi untuk setiap karya informatif (seringkali berupa cerita) yang pengarangnya dengan itikad baik bertanggung jawab
atas kebenaran atau akurasi dari peristiwa, orang, dan/atau informasi yang
disajikan.[1] Sebuah karya yang pengarangnya mengklaim tanggung jawab
kebenaran namun tidak jujur maka adalah suatu penipuan sastra; suatu cerita
yang pengarangnya tidak mengklaim tanggung jawab kebenaran maka
diklasifikasikan sebagai fiksi.[1] Non-fiksi, yang dapat disajikan baik secara obyektif maupun subyektif, secara tradisional merupakan satu dari dua pembagian
utama dari narasi (khususnya dalam penulisan prosa);[2] pembagian tradisional lainnya adalah fiksi, yang berkontras dengan non-fiksi dalam hal penyampaian
informasi, peristiwa, dan karakter yang sebagian kecil atau besar merupakan
hasil imajinasi.
Jenis non-fiksi
Contoh karya sastra yang termasuk non-fiksi antara lain
adalah jenis karangan eksposisi, argumentasi, fungsional, dan opini; esai
mengenai seni atau sastra; biografi; memoar; jurnalisme; serta tulisan-tulisan sejarah,
ilmiah, teknis (termasuk elektronika), atau
ekonomi.[3]
Penerbitan dan toko buku kadang-kadang menggunakan frase
"sastra non-fiksi" untuk membedakan karya yang lebih banyak muatan
kesusastraan atau intelektualnya, dengan koleksi karya non-fiksi umum lainnya
yang jumlahnya lebih besar.[4]
Perbedaan
Batasan antara fiksi dan non-fiksi secara terus-menerus
mengabur dan selalu diperdebatkan, khususnya dalam penulisan biografi; [5] sebagaimana perkataan Virginia
Woolf: "jika kita berpikir tentang kebenaran sebagai sesuatu
yang soliditasnya seperti granit, dan tentang kepribadian sebagai sesuatu yang
penggambarannya seperti pelangi, dan merenungkan bahwa tujuan dari biografi
adalah untuk menyatukan keduanya menjadi suatu kesatuan yang mulus; kita akan
mengakui bahwa masalah yang dihadapi adalah sulit dan bahwa kita tidak perlu
heran jika para penulis biografi sebagian besar tidak dapat mengatasinya."[6]
Semi-fiksi adalah fiksi yang menerapkan banyak informasi
non-fiksi,[7] misalnya penggambaran fiktif yang
berdasarkan kisah nyata.
Jenis non-fiksi
khusus
- Makalah akademik
- Penerbitan akademik
- Almanak
- Otobiografi
- Biografi
- Cetak biru
- Laporan buku
- Non-fiksi kreatif
- Dokumen desain
- Diagram
- Buku harian
- Kamus
- Film non-fiksi (misalnya dokumenter)
- Ensiklopedia
- Esai
- Panduan dan manual
- Buku pedoman
- Sejarah
- Jurnal
- Jurnalisme
- Surat
- Kritik sastra
- Memoar
- Sejarah alam
- Filsafat
- Fotografi
- Sains populer
- Bantu mandiri
- Buku ilmiah
- Makalah ilmiah
- Statuta
- Penulisan teknis
- Buku teks
- Tesaurus
- Travelog
- Menulis
*****
Sumber: Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.com