Kamis, 28 Januari 2016

My Note: Catatan Hati Anak Sulung


Catatan Hati Anak Sulung
Oleh: Nirwana Fitria


Ada beberapa hal dalam hidup yang tidak bisa dipilih atau dengan kata lain harus dengan ikhlas diterima. Salah satunya adalah status anak ke berapa dalam keluarga. Yah, kita memang tidak bisa memilih apakah mau jadi anak sulung, anak bungsu atau anak tunggal. Semua itu sudah jadi hak mutlak Allah SWT.

Menjadi anak sulung bukanlah hal yang mudah. Apalagi bagi seorang perempuan. Beban tanggung jawab dan harus menjadi panutan bagi adik-adik adalah tugas pokok sebagai anak sulung. Kadang, ketika melihat seorang teman yang memiliki kakak, ada rasa iri dalam hati saya. Iri karena saya tidak punya sosok yang bisa saya panggil ‘kakak’, iri karena tidak ada yang memberi perhatian layaknya perhatian seorang kakak kepada adiknya, iri karena tidak bisa bermanja-manja pada seorang kakak. Tapi rasa iri itu bukan karena saya tidak bersyukur. Bukan sama sekali. Saya hanya ingin melepas status sebagai ‘anak sulung’ walau hanya sekejap. Hehehehe ^^


Sebagai anak sulung, saya terbiasa mengatur segalanya sendiri. Mulai dari keperluan pribadi saya maupun yang berhubungan dengan adik saya. Bahkan adik-adik saya sering menjuluki saya dengan sebutan ‘si tukang mengomel’ hehehe ^^ Yah karena kenyataannya memang demikian, karena kalau tidak mengomel, biasanya apa yang saya katakan kepada adik-adik hanya akan masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri atau mungkin hanya lewat seperti angin. Sebagai anak sulung, saya juga sudah terbiasa dengan segala macam pekerjaan di rumah. Mulai dari menyapu, mengepel, cuci piring, cuci baju, masak (meskipun masih dalam tahap pemula dalam dunia masak memasak, hehe).

Hidup dengan status sebagai ‘anak sulung’ itu lebih banyak dukanya disbanding sukanya. Mengapa demikian? Salah satu contohnya adalah ketika saya sudah selesai membereskan rumah, lalu diberantakkan kembali oleh adik saya, pasti ujung-ujungnya yang kena marah dari mama adalah saya. selain itu, sebagai anak sulung, saya juga harus selalu menjadi sosok panutan yang bisa dibanggakan dan dijadikan contoh oleh adik-adik. Ini memang tidak salah, tapi terkadang saya merasa dianggap sebagai ‘malaikat’ yang tidak boleh salah. Padahal saya hanyalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan khilaf. Kesabaran adalah modal utama yang harus dimiliki seorang anak sulung. Karena dalam situasi tertentu, anak sulung memang diharuskan ‘mengalah’ meskipun sebenarnya dalam posisi yang benar.

Ada seorang teman yang pernah mengatakan bahwa menjadi anak sulung itu pasti enak, karena sebagai anak kedua dalam keluarganya ia merasa kakaknya lebih diperhatikan oleh orang tuanya. Padahal, seandainya dia tahu bahwa menjadi anak sulung itu tidaklah seindah apa yang ia bayangkan. Karena terkadang apa yang terlihat, memang pada kenyataannya tidak seperti itu. Yang terlahir BUKAN sebagai anak sulung, mungkin tidak akan mengerti bagaimana sebenarnya beban yang dipikul oleh anak sulung. Karena yang bisa mengerti dan betul-betul memahami adalah orang yang juga berstatus sebagai ‘anak sulung.

*****

Ini hanyalah catatan hati dari seorang anak sulung yang sedang dan akan terus berusaha menjadi kakak yang baik bagi adik-adiknya.

Kendari, 29 Januari 2016

Share:

0 komentar:

Posting Komentar