Catatan
Hati Anak Sulung
Ada beberapa hal dalam
hidup yang tidak bisa dipilih atau dengan kata lain harus dengan ikhlas
diterima. Salah satunya adalah status anak ke berapa dalam keluarga. Yah, kita
memang tidak bisa memilih apakah mau jadi anak sulung, anak bungsu atau anak
tunggal. Semua itu sudah jadi hak mutlak Allah SWT.
Menjadi anak sulung
bukanlah hal yang mudah. Apalagi bagi seorang perempuan. Beban tanggung jawab
dan harus menjadi panutan bagi adik-adik adalah tugas pokok sebagai anak
sulung. Kadang, ketika melihat seorang teman yang memiliki kakak, ada rasa iri
dalam hati saya. Iri karena saya tidak punya sosok yang bisa saya panggil
‘kakak’, iri karena tidak ada yang memberi perhatian layaknya perhatian seorang
kakak kepada adiknya, iri karena tidak bisa bermanja-manja pada seorang kakak.
Tapi rasa iri itu bukan karena saya tidak bersyukur. Bukan sama sekali. Saya
hanya ingin melepas status sebagai ‘anak sulung’ walau hanya sekejap. Hehehehe
^^
Sebagai anak sulung, saya
terbiasa mengatur segalanya sendiri. Mulai dari keperluan pribadi saya maupun
yang berhubungan dengan adik saya. Bahkan adik-adik saya sering menjuluki saya
dengan sebutan ‘si tukang mengomel’ hehehe ^^ Yah karena kenyataannya memang
demikian, karena kalau tidak mengomel, biasanya apa yang saya katakan kepada
adik-adik hanya akan masuk telinga kanan
dan keluar telinga kiri atau mungkin hanya lewat seperti angin. Sebagai
anak sulung, saya juga sudah terbiasa dengan segala macam pekerjaan di rumah.
Mulai dari menyapu, mengepel, cuci piring, cuci baju, masak (meskipun masih
dalam tahap pemula dalam dunia masak memasak, hehe).
Hidup dengan status
sebagai ‘anak sulung’ itu lebih banyak dukanya disbanding sukanya. Mengapa
demikian? Salah satu contohnya adalah ketika saya sudah selesai membereskan
rumah, lalu diberantakkan kembali oleh adik saya, pasti ujung-ujungnya yang
kena marah dari mama adalah saya. selain itu, sebagai anak sulung, saya juga
harus selalu menjadi sosok panutan yang bisa dibanggakan dan dijadikan contoh
oleh adik-adik. Ini memang tidak salah, tapi terkadang saya merasa dianggap
sebagai ‘malaikat’ yang tidak boleh salah. Padahal saya hanyalah manusia biasa
yang tak luput dari salah dan khilaf. Kesabaran adalah modal utama yang harus
dimiliki seorang anak sulung. Karena dalam situasi tertentu, anak sulung memang
diharuskan ‘mengalah’ meskipun sebenarnya dalam posisi yang benar.
Ada seorang teman yang
pernah mengatakan bahwa menjadi anak sulung itu pasti enak, karena sebagai anak
kedua dalam keluarganya ia merasa kakaknya lebih diperhatikan oleh orang
tuanya. Padahal, seandainya dia tahu bahwa menjadi anak sulung itu tidaklah
seindah apa yang ia bayangkan. Karena terkadang apa yang terlihat, memang pada
kenyataannya tidak seperti itu. Yang terlahir BUKAN sebagai anak sulung,
mungkin tidak akan mengerti bagaimana sebenarnya beban yang dipikul oleh anak
sulung. Karena yang bisa mengerti dan betul-betul memahami adalah orang yang
juga berstatus sebagai ‘anak sulung.
*****
Ini hanyalah catatan hati
dari seorang anak sulung yang sedang dan akan terus berusaha menjadi kakak yang
baik bagi adik-adiknya.
Kendari, 29 Januari 2016
0 komentar:
Posting Komentar